Selasa, 06 November 2012

BIOGRAFI AL-IMAM AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI

BIOGRAFI AL-IMAM AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI 
dikupas oleh Bpk. Kyai Thobary Syadzily


BIOGRAFI AL-IMAM AL-HAFIDZ  IBNU HAJAR AL-ASQALANI
=====================================
(12 Sya’ban 773 H - 28 Dzul-Hijjah 852 H. / 18 Pebruari 1372 M – 22 Pebruari 1449 M)

          Pada era perkembangan kemajuan khazanah keilmuan Islam dan setelah runtuhnya  Baghdad sebagai pusat kota kebudayaan Islam karena diserang bangsa Tartar, menyebabkan pusat kebudayaan Islam beralih dari Baghdad ke negeri Syam (Syria) dan Mesir. Ketika itu ulama-ulama terkemuka di Baghdad pindah ke dua negeri tersebut. Di sana mereka mengembangkan ilmu pengetahuan yang mereka miliki, sehingga pada abad-abad berikutnya di kedua negeri itu banyak bermunculan ulama-ulama kenamaan. Nama Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani banyak disebut sebagai ulama yang paling disegani di antara ulama-ulama yang semasa dengannya.



         Nama lengkap Ibnu Hajar adalah  Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Asqalani Al-Mishri. Beliau adalah seorang ulama besar madzhab Syafi’i, diberi gelar oleh ketua para qadhiSyaikhul Islam, Al-Hafizh Al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), Amirul Mukminin dalam bidang hadist. Julukan beliau adalah Syihabuddin dengan nama pangilan (kunyah-nya) Abu Al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-Syafi’i. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya namaAt-Taufiq dan sang penjaga tahqiq

Beliau dilahirkan tanggal 12 Sya’ban tahun 773 Hijriyah (18 Pebruari 1372 Masehi) di pinggiran sungai Nil di Mesir kuno. Tempat tersebut jaraknya berdekatan dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid.
Ibnu Hajar adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang berkulit putih, mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya indah, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya, dan berwarna putih serta pendek kumisnya. Beliau adalah seorang yang mempunyai pendengaran dan penglihatan yang sehat, kuat dan utuh giginya, kecil mulutnya, kuat tubuhnya, bercita-cita tinggi, kurus badannya, fasih lisannya, lirih suaranya, sangat cerdas, pandai, pintar bersyair dan menjadi pemimpin di masanya.

         Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau meninggal pada bulam rajab 777 H. setelah berhaji dan mengunjungi Baitulmaqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Hal itu karena sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.

          Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan kedua orang tersebut. Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan memperhatikan serta mengajari beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan tinggal di Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.

        Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam TPA sekarang) untuk menghafal Alquran, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil menghafal Alquran sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan tahun.

          Untuk mendalami ilmu pengetahuan, beliau mengadakan perlawatan ke beberapa negeri, di antaranya Mekkah. Dari ulama-ulama terkemuka di tanah suci itu beliau sempat menimba ilmu, seperti dari Syeikh Sirajuddin al-Bulqini, Syeikh al-Hafidz al-Iraqi, dan ulama-ulama lain yang bermadzhab Syafi’i.

          Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah kembali ke Mesir pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benAr-benar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga ia hafal beberapa kitab-kitab induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya Abdulghani Al-Maqdisi, Al-Alfiyah fi Ulum Al-Hadits karya guru beliau Al-Haafizh Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya Al-Qazwinir, Mukhtashar ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.

         Pertama kali beliau diberikan kesenangan meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh) lalu banyak hafal nama-nama perawi dan keadaannya. Kemudian meneliti bidang sastra Arab dari tahun 792 H. dan menjadi pakar dalam syair. Kemudian diberi kesenangan menuntut hadits dan dimulai sejak tahun 793 H. namun beliau belum konsentrasi penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun 796 H. Diwaktu itulah beliau konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya.
      Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai sang guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk perlu juga mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan menurut prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu Hajar amat diperlukan.

        Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah (perjalanan menuntut ilmu) ke negeri Syam, Hijaz dan Yaman dan ilmunya matang dalam usia muda hingga mayoritas ulama di zaman beliau mengizinkan beliau untuk berfatwa dan mengajar.
           Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak di antaranya mengajar tafsir di Al-Madrasah Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majlis Tasmi’ Al-Hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah dan lain sebagainya. Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah lainnya.
          Di samping sebagai ulama yang disegani di kalangan ulama-ulama dan masyarakat pada masanya, beliau juga dikenal sebagai hakim yang adil dan disegani oleh penguasa. Beliau mulai memangku jabatan hakim (qadhi) pada bulan Muharram 827 H / 1424 M. Olehkarena ada di antara kebijakan beliau yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah, belum cukup setahun setelah beliau diangkat, tepatnya pada bulan Dzul-Qa’dah 827 H / 1424 M, seliau diturunkan dari jabatan hakim, dan digantikan oleh Syeikh Harawi. Akan tetapi, hakim yang disebut terakhir ini juga tidak bertahan lama dalam jabatan itu, sehingga pada tahun 828 H / 1425 M, ia diturunkan dari jabatan itu dan sebagai penggantinya adalah Ibnu Hajar, dengan pertimbangan keahlian dan kewibawaannya, kembali diangkat memegang jabatan tersebut. Jabatan hakim ini dipegang beliau selama lebih dari dua puluh tahun. Selama memangku jabatan itu, beliau sempat berbuat banyak untuk kepentingan kaum muslimin. Sampai masalah-masalah kecil yang menyangkut kepentingan umat menjadi perhatian beliau. Umpamanya, umat Islam ketika itu tidak mempunyai pedoman untuk mengetahui waktu imsak (waktu mulai wajib menahan diri dari yang membatalkan puasa). Untuk itu, lampu-lampu di jalan yang selama ini sepanjang tahun hanya dinyalakan  sampai tengah malam, beliau mengusulkan kepada penguasa agar lampu-lampu itu dibiarkan menyala sampai waktu imsak tiba. Untuk itu harus ada petugas yang khusus berjaga sampai waktu imsak untuk memadamkan lampu, sebagai pertanda bahwa waktu imsak sudah tiba. Kemudian, usulan beliau itu disetujui oleh pemerintah.
baca kelanjutanny...
GURU  IMAM AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI
WAFAT IMAM IBNU HAJAR AL-ASQOLANI
Karya Ilmiah BNU HAJAR AL-ASQALANI


Tidak ada komentar: