BIOGRAFI AL-IMAM AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI
=====================================
(12 Sya’ban 773 H - 28 Dzul-Hijjah 852 H. / 18 Pebruari 1372 M – 22 Pebruari 1449 M)
Pada
era perkembangan kemajuan khazanah keilmuan Islam dan setelah runtuhnya
Baghdad sebagai pusat kota kebudayaan Islam karena diserang bangsa
Tartar, menyebabkan pusat kebudayaan Islam beralih dari Baghdad ke
negeri Syam (Syria) dan Mesir. Ketika itu ulama-ulama terkemuka di
Baghdad pindah ke dua negeri tersebut. Di sana mereka mengembangkan ilmu
pengetahuan yang mereka miliki, sehingga pada abad-abad berikutnya di
kedua negeri itu banyak bermunculan ulama-ulama kenamaan. Nama Imam Ibnu
Hajar Al-‘Asqalani banyak disebut sebagai ulama yang paling disegani di
antara ulama-ulama yang semasa dengannya.
Nama lengkap Ibnu Hajar adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin
Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Asqalani
Al-Mishri. Beliau adalah seorang ulama besar madzhab Syafi’i, diberi
gelar oleh ketua para qadhi, Syaikhul Islam, Al-Hafizh Al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), Amirul Mukminin dalam bidang hadist. Julukan beliau adalah Syihabuddin dengan nama pangilan (kunyah-nya) Abu Al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-Syafi’i. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya namaAt-Taufiq dan sang penjaga tahqiq
Beliau
dilahirkan tanggal 12 Sya’ban tahun 773 Hijriyah (18 Pebruari 1372
Masehi) di pinggiran sungai Nil di Mesir kuno. Tempat tersebut jaraknya
berdekatan dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid.
Ibnu Hajar
adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang berkulit putih,
mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya indah, berseri-seri mukanya, lebat
jenggotnya, dan berwarna putih serta pendek kumisnya. Beliau adalah
seorang yang mempunyai pendengaran dan penglihatan yang sehat, kuat dan
utuh giginya, kecil mulutnya, kuat tubuhnya, bercita-cita tinggi, kurus
badannya, fasih lisannya, lirih suaranya, sangat cerdas, pandai, pintar
bersyair dan menjadi pemimpin di masanya.
Ibnu Hajar
tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia
berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau
meninggal pada bulam rajab 777 H. setelah berhaji dan mengunjungi
Baitulmaqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu Ibnu Hajar
ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh
oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh
meninggal. Hal itu karena sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada
anak tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali
bin Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu
adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin
Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu
Hajar kecil.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga
diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan
kedua orang tersebut. Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan
perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan memperhatikan serta
mengajari beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan
tinggal di Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.
Pada
usia lima tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam TPA sekarang) untuk
menghafal Alquran, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin
Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin
Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil menghafal Alquran
sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar
sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi
Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu Hajar dapat mengkhatamkan
hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan tahun.
Untuk
mendalami ilmu pengetahuan, beliau mengadakan perlawatan ke beberapa
negeri, di antaranya Mekkah. Dari ulama-ulama terkemuka di tanah suci
itu beliau sempat menimba ilmu, seperti dari Syeikh Sirajuddin
al-Bulqini, Syeikh al-Hafidz al-Iraqi, dan ulama-ulama lain yang
bermadzhab Syafi’i.
Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia
ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H.
Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya
sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah
kembali ke Mesir pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benAr-benar
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga ia hafal beberapa
kitab-kitab induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya Abdulghani Al-Maqdisi, Al-Alfiyah fi Ulum Al-Hadits karya guru beliau Al-Haafizh Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya Al-Qazwinir, Mukhtashar ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.
Pertama kali beliau diberikan kesenangan meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh)
lalu banyak hafal nama-nama perawi dan keadaannya. Kemudian meneliti
bidang sastra Arab dari tahun 792 H. dan menjadi pakar dalam syair. Kemudian
diberi kesenangan menuntut hadits dan dimulai sejak tahun 793 H. namun
beliau belum konsentrasi penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun 796 H.
Diwaktu itulah beliau konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan
ilmunya.
Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi
yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang
paling tahu tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang
sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar
menyertai sang guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini
Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya.
Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama
sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk
mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan
sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar
dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau
yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat
keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk
perlu juga mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan
menurut prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu
Hajar amat diperlukan.
Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah (perjalanan menuntut ilmu)
ke negeri Syam, Hijaz dan Yaman dan ilmunya matang dalam usia muda
hingga mayoritas ulama di zaman beliau mengizinkan beliau untuk berfatwa
dan mengajar.
Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak di
antaranya mengajar tafsir di Al-Madrasah Al-Husainiyah dan
Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah
dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majlis Tasmi’ Al-Hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah dan lain sebagainya. Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah lainnya.
Di
samping sebagai ulama yang disegani di kalangan ulama-ulama dan
masyarakat pada masanya, beliau juga dikenal sebagai hakim yang adil dan
disegani oleh penguasa. Beliau mulai memangku jabatan hakim (qadhi)
pada bulan Muharram 827 H / 1424 M. Olehkarena ada di antara kebijakan
beliau yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah, belum cukup
setahun setelah beliau diangkat, tepatnya pada bulan Dzul-Qa’dah 827 H /
1424 M, seliau diturunkan dari jabatan hakim, dan digantikan oleh
Syeikh Harawi. Akan tetapi, hakim yang disebut terakhir ini juga tidak
bertahan lama dalam jabatan itu, sehingga pada tahun 828 H / 1425 M, ia
diturunkan dari jabatan itu dan sebagai penggantinya adalah Ibnu Hajar,
dengan pertimbangan keahlian dan kewibawaannya, kembali diangkat
memegang jabatan tersebut. Jabatan hakim ini dipegang beliau selama
lebih dari dua puluh tahun. Selama memangku jabatan itu, beliau sempat
berbuat banyak untuk kepentingan kaum muslimin. Sampai masalah-masalah
kecil yang menyangkut kepentingan umat menjadi perhatian beliau.
Umpamanya, umat Islam ketika itu tidak mempunyai pedoman untuk
mengetahui waktu imsak (waktu mulai wajib menahan diri dari yang
membatalkan puasa). Untuk itu, lampu-lampu di jalan yang selama ini
sepanjang tahun hanya dinyalakan sampai tengah malam, beliau
mengusulkan kepada penguasa agar lampu-lampu itu dibiarkan menyala
sampai waktu imsak tiba. Untuk itu harus ada petugas yang khusus berjaga
sampai waktu imsak untuk memadamkan lampu, sebagai pertanda bahwa waktu
imsak sudah tiba. Kemudian, usulan beliau itu disetujui oleh
pemerintah.
baca kelanjutanny...
GURU IMAM AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI
WAFAT IMAM IBNU HAJAR AL-ASQOLANIbaca kelanjutanny...
GURU IMAM AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI
Karya Ilmiah BNU HAJAR AL-ASQALANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar